Mahasiswa ITS Juara Kalkulus Pedagang Asongan


Sore ini, kepulanganku dari kampus perjuangan di sambut hujan deras sejak dari jalan Ir. Soekarno. Walaupun masih liburan, namun keperluan syuro OC GMAIL di manarul dan ketemu dengan seorang senior dari jurusan tetangga (sebut saja namanya Mbak Putri) di perpus untuk diskusi masalah biogas mengharuskanku menghabiskan pagi dan siang hari untuk berada di kampus. Niat hati menyalakan laptop untuk membuka email dari Mbak Putri tentang biogas yang kita diskusikan tadi, tapi emang dasarnya Reza, ndak afdol rasanya kalau membuka laptop tapi tidak update berita dari facebook, kaskus, dan beberapa portal berita lainya, hehe … setelah beberapa menit ngescroll halaman di facebook, perhatian saya tertuju pada sebuah postingan yang menandai facebook nya Prof. Mukhtasor, entah kenapa postingan dari Prof. Mukhtasor dan orang-orang di sekitarnya selalu saja menarik untuk disimak, kali ini yang menjadi perhatian saya adalah sebuah artikel dengan judul “Mahasiswa Juara Kalkulus Itu Pedagang Asongan !”, setelah saya baca dan telusuri, akhirnya saya dirujuk ke web nya Mas Nur Abdillah Siddiq anak Tekfis, yang menulis ulang kisah nyata yang ditulis sama Mas Miftakhul Falah di blognya, yang ternyata baru aku sadari beliau (mas Miftakhul Falah) seniorku di Tekkim, kisah itu berjudul “Inspiring Story : Kisah Mahasiswa Asongan” …

Jam menunjukkan pukul 23.00. Dingin di malam itu masih menusuk, berjejeran pemuda terlihat sedang asik dengan laptopnya sambil membuka buka buku catatan kuliahnya. Mereka duduk berbaris di kursi depan perpustakaan pusat ITS, sengaja menghasbiskan malam disana agar bisa menyelesaikan tugas kuliahnya dengan fasilitas wifi yang ada. Dan dari kejauhan terlihat seorang pemuda yang berbadan kecil, terlihat membawa thermos sambil membawa tas ransel di punggungnya, dia sedang melayani seorang mahasiswa yang ingin menikmati kopi panas untuk melawan kantuk di tengah dinginnya malam.
          Ya, ini bukan novel atau cerpen. Ini adalah cerita nyata, mungkin anda masih penasaran siapakah pemuda itu? Coba tebak hayo!!! Wah maaf jawaban anda salah, bukan dia bukanlah pedagang asongan atau pemuda kampung sekitar ITS yang mau berjualan , namun dia adalah mahasiswa ITS juga. Ya hati saya luluh ketika mendengar cerita pemuda ini, begitu dahsyatnya dia berjuang untuk memperjuangkan hidupnya. Ya di tulisan ini saya akan menceritakan pemuda ini. Namun saya tak akan menyebutkan namanya.
          Sebut saja fulan. Si fulan ini adalah salah satu mahasiswa ITS yang belajar mata kuliah Kalkulus di Sang Juara School pada semester lalu. Jujur saya sendiri sudah kagum pada pemuda satu ini, kelas kami dimulai pukul 19.00. Namun dia selalu datang lebih awal dari lainnya, melakukan shalat isya dulu di masjid (kebetulan lokasi belajar berada di depan masjid) dan hebatnya lagi dia malah membantu untuk membersihkan dan merapikan kelas sebelum kelas dimulai.
            Dan cerita kekaguman saya masih berlanjut, malam itu saya ada urusan di kampus dan berjalan menyusuri lorong pukul 21.15 WIB untuk menuju parkiran. Dan saya pun berpapasan dengan dia, dan kami pun saling sapa. “Hai fulan, lagi ngapain disini?Ko bawa thermos?” tanya saya. “Ya mas, saya jualan minuman kayak gini tiap malam, kebetulan banyak mahasiswa yang lembur, jadi banyak yang butuh minum dan cemilan namun malas keluar” jawab dia. Rasa rasanya ada embun sejuk yang menetes dalam hati saya waktu itu. Bagaimana bisa mahasiswa ini di saat yang lainnya belajar dan mengerjakan tugas, dia keliling layaknya pedagang asongan dan melayani satu per satu teman sebayanya yang memesan minuman tanpa rasa malu sedikitpun.
       Dan selang beberapa bulan saya tidak bertemu, saya pun malam itu sengaja menemuinya karena memang ada sedikit keperluan dengannya. Kami bertemu pukul 23.15 WIB di kampus, kebetulan malam itu dia juga sedang bekerja seperti biasanya. Dan dia pun banyak bercerita, dia adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Ayahnya seorang tukang batu, sedangkan ibunya adalah buruh kebersihan. Sebenarnya dia juga mendapatkan beasiswa bidik misi, perbulannya mendapatkan Rp 600.000, jumlah yang cukup untuk menunjang hidupnya selama kuliah. Namun dia tak mau berpasrah diri, jangankan meminta orang tua untuk biaya kuliahnya, diapun saat ini juga mengirim hasil keringatnya untuk orang tuanya di rumah. Makanya dia tak segan untuk melakukan hal itu, jualan keliling kampus tiap malam. Ketika saya tanya berapa keuntungannya? Dia menjawab satu malam dia dapatkan sekitar 40 ribu dari usahanya itu dan dia bekerja selama 4 hari dalam satu minggu. Cukuplah untuk kirim ke orang tua. Leleh rasanya hati ini, dan ketika saya tanya lagi, “Ko kamu bawa tas ransel juga pas jualan?”. “Iya mas, ini isinya logistik jualan sama buku, kadang ketika memanaskan air butuh waktu 15 menitan, daripada nganggur saya manfaatkan untuk belajar, karena saya harus kuliah lagi jam 7 pagi sampai malam, jadi belajarnya ya begini ini”. Semakin leleh rasanya hati ini.
           Di saat teman2 sebayanya bangga dengan prestasi menang lomba ini dan itu, dia pun bangga karena tiap bulan bisa mengirim uang ke orang tuanya. Jadi teringat film KCB, betapa Azzam harus berjuang untuk kirim uang bagi keluarganya yang ada di Indonesia, sementara dia sendiri memilih untuk tak meluluskan diri, sehingga bisa terus bekerja di Mesir dan mengirim uang tiap bulannya. Sementara di sisi lain, Furqon dengan enaknya menikmati fasilitas yang ada sehingga untuk mendapatkan prestasi di kuliah pun dengan mudah. Namun bagaimana akhir kisahnya? Siapa yang lebih bahagia?
            Ya karena perjuangan kita hari ini tak ada yang sia sia, jika kita hari ini sibuk dengan berjuang, yakinlah masa depan anda akrab dengan kemenangan. Lebih baik puasa hari ini daripada puasa di masa depan, lebih baik susah sekarang daripada susah di masa depan. Dan untuk menjadi mahasiswa inspiratif, tak perlu piala piala memenuhi rakmu. Cukup berjuang keras dan selesaikan dengan tuntas setiap jalanmu, karena Allah memiliki ujian dan jalan yang berbeda untuk masing masing hamba-Nya
Sekali lagi salut untuk Fulan, tak perlu malu, terus berlari di perjuanganmu, dan berbahagialah di masa depan!!
Dan pada tanggal 16 Oktober kemarin, beliau si fulan di undang oleh Hitam Putih untuk berbagi inspirasi, beliau fi fulan itu adalah Mas Fajar Timur, Mahasiswa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, sosok gigih yang tak pernah putus asa, walaupun terkendala keadaan ekonomi keluarga, Mas Fajar tidak menyerah begitu saja, bekerja sampingan sebagai pengasong kopi di kampus pun dilakukannya demi cita-citanya, bahkan diceritakan bahwa Mas Fajar bekerja tak sekadar untuk mencukupi biaya kuliah dan kehidupan di surabaya, namun lebih dari itu, Mas Fajar menyisihkan sebagian rizkinya untuk dikirim ke ayah dan ibundanya di kampung halaman, Inspiring !
Mungkin kalo ada pemilihan ITS Heroes lagi tahun ini, saya kira Mas Fajar Timur Layak untuk dinobatkan menjadi ITS Heroes 2015. Bukan karena ia telah mengumpulkan puluhan medali, bukan pula karena ia telah mengikuti berbagai konferensi, bukan, sungguh lebih dari itu, Mas Fajar telah mengajarkan kita bagaimana arti kata perjuangan dan arti kata kreatif dalam menghadapi kesulitan hidup, sesuai jargon kampus perjuangan yang kita banggakan, Arek ITS Cak ! (Cerdas-Amanah-Kreatif).
Bunda, maafkanlah aku … maafkan aku yang merengek meminta di transfer ketika uang bulanan habis di pertengahan bulan, maafkan aku yang mengeluhkan rasa makanan masakanmu ketika aku berada dirumah.
Ayah, maafkanlah aku … maafkan aku yang hanya mengeluh ketika uang bulanan dirasa kurang, maafkan aku yang tak pernah membantumu ketika rumah reot yang kita tinggali membutuhkan perbaikan.
dan hari ini, aku bersyukur karena Allah tak henti-hentinya mengirimkan puisi indah-Nya untuk mengingatkan kita akan sebuah kata yang sering kali alpa untuk kita sebutkan dalam doa-doa kita, syukur alhamdulillah !
Ya puisi indah itu bernama Mas Fajar, Sang Pengasong Kopi di Kampus Perjuangan …

Sumber: https://masrezahabibi.wordpress.com

Posting Komentar